KITAB KUNING

MENGENAL KITAB KUNING

KITAB KUNING

Gratis kitab kuning pdf

kitab fathul qorib
Memahami apa itu kitab kuning & manfaatnya

Pengertian Kitab Kuning merupakan salah satu kitab klasik yang memiliki peran penting dalam transformasi ilmu agama. Disebut kitab kuning karena kitab ini dicetak di atas kertas yang berwarna kekuningan. Ciri khas kitab kuning selain dicetak di atas kertas kuning, isi tulisannya tidak ada harokat alias gundul.

Karena tulisan telanjang ini, hanya orang yang mengetahui ilmu dan cara membacanya. Bagi yang masih pemula, dijamin langsung bengong dan tidak bisa membaca. 

Namun di era yang semakin maju, karena kitab kuning yang dicetak ulang dengan gaya baru dicetak menggunakan kertas non kuning, atau dicetak di atas kertas HVS dan diberi huruf vokal.

Nah, berbicara mengenai kitab kuning, pada kesempatan kali ini kita akan membahas pengertian dasar, isi kitab, sejarah kitab dan tradisi kitab kuning itu sendiri. penasaran bukan? Yuk, simak ulasannya sebagai berikut.

Pengertian Kitab Kuning Menurut Para Ahli

Di alinea pembukaan, sudah disebutkan secara umum kitab kuning itu seperti apa? Bagi masyarakat umum, mungkin masih banyak yang penasaran. 

Namun bagi seorang santri mungkin sudah tidak asing lagi. Pada sub kali ini kita akan mengulas tentang pengertian kitab kuning menurut para ahli dibidangnya.

1. Azyumardi Azra

Menurut Azyumardi Azra (2002) yang dimaksud dengan kitab kuning adalah kitab yang sebelumnya ditulis atau dicetak di atas kertas yang berwarna kekuningan.

2. Pendeta Bawan

Berbeda dengan pendapat Imam Bawani (1990) yang mendefinisikan kitab kuning sebagai kitab gundul. Dikatakan gundul karena tidak memiliki huruf vokal seperti Alquran yang memiliki tanda baca seperti fathah, kasrah, dhammah dan sukun.

Sehingga kalimat demi kalimat dapat dipahami secara utuh. Imam Bawani juga menyebut kitab kuning disebut-sebut sebagai kitab warisan Islam abad pertengahan, dan banyak digunakan di pesantren.

3. Martin Van Bruinessen

Kitab kuning menurut Martin Van Bruinessen diartikan sebagai kitab klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu dengan menggunakan bahasa Arab, dan sering digunakan sebagai buku pedoman di pondok pesantren.

4. Masdar F. Mas'udi

Sementara itu, Masdar F. Mas'udi mengartikan kitab kuning sebagai pandangan hidup para ulama. Disebutkan bahwa kitab kuning memiliki terminologi. Setidaknya ada tiga terminologi sebagai berikut.

Buku yang ditulis oleh ulama Islam klasik secara berkesinambungan. Misalnya: Tafsir al-Khazin, Ibnu Katsir, Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.

Kitab kuning yang ditulis oleh para sarjana Indonesia yang ditulis secara mandiri. Sosok tersebut adalah Imam Nawawi, ia membuat buku berjudul Mirah Labid dan al-Munawir.

Kitab Kuning yang ditulis oleh ulama Indonesia sebagai bentuk tafsir atau bisa juga berupa terjemahan yang diambil dari kitab karya ulama asing. Adapun contoh kitab-kitab tersebut adalah al-Thalibin dan Manahij al-Imdad.

5. Husein

Kitab kuning dalam perspektif Husain (2015) sebenarnya memiliki 14 cabang ilmu Islam. Hanya saja dari sekian banyak cabang, hanya beberapa kitab yang populer di kalangan pesantren, antara lain Fikih, Aqidah, Tata Bahasa Arab, Sharaf, Nahwu Balaghah, Sejarah Nabi, Tafsir al-Quran, Teologi, Usul Fiqh, Manthiq dll.

Dari pendapat beberapa ahli di bidangnya di atas, kitab kuning dapat disimpulkan sebagai kitab sastra Islam yang ditulis dalam bahasa Arab klasik. Dimana isi buku tersebut mencakup berbagai bidang kajian Islam.

Mulai dari Al-Qur'an, tafsir, fiqh, hadits, aqidah fiqh, kalam, ushul fiqh, tauhid hingga logika, ma'ani bayan badi' dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Pada dasarnya kitab kuning sendiri pada hakekatnya adalah kitab yang digunakan sebagai proses pembelajaran. hanya saja, buku-buku tersebut ditulis tidak sembarangan dan berilmu tinggi. 

Umumnya kitab kuning ditulis dalam bahasa Arab oleh para salaf yang berisi hasaza kreatif peradaban Islam saat itu.


Isi Kitab Kuning

Dari segi isi, kitab kuning sebagai kitab klasik yang masih digunakan hingga saat ini dianggap oleh sebagian kalangan kurang tepat, dianggap tidak etis, menimbulkan stigma dan tidak sopan. 

Wajar jika komentar semacam itu muncul di tengah perkembangan teknologi yang pesat dan perubahan perspektif modernisasi.

Ujian sebagaimana tersebut di atas kitab kuning masih banyak digunakan oleh pesantren,studi giat). 

Pesatnya perkembangan justru membuat sebagian orang meragukan isi kitab kuning, justru kitab-kitab inilah yang menjadi acuan paling baku untuk menjawab pertanyaan kehidupan pers saat ini.

Dengan kata lain, isi kitab kuning yang dibuat sejak zaman klasik, permasalahan yang terjadi masih relevan dengan permasalahan kekinian. Tak heran jika buku ini menjadi sakralisasi tradisi terhadap profesi.

Isi kitab kuning itu beragam, ada yang memuat fiqh, aqidah ahlak, tasawuf, hadis, hukum Islam dan tafsir. 

Bahkan banyak kitab kuning yang mempelajari teologi (teologi) hingga filsafat. kitab kuning tetap relevan dengan perkembangan zaman sekarang.

Ciri unik dan berbeda dari isi kitab kuning adalah kitab tersebut memiliki jaringan, silsilah, silsilah atau yang biasa kita dengar dengan istilah sanad. 

Jadi kitab itu ditulis oleh seorang tokoh yang sanadnya jelas atau berkesinambungan.

Pentingnya sanad memberikan tingkat kualitas intelektual seorang ulama.

Karena sanad inilah yang membedakan tradisi intelektual pesantren dengan universitas atau lembaga pendidikan umum lainnya.


Sejarah Kitab Kuning

Sejarah kitab kuning tidak datang begitu saja. Butuh perjalanan yang sangat panjang. Seperti yang disebutkan di paragraf sebelumnya. Sedangkan istilah Kitab kuning merupakan istilah yang memiliki konotasi buruk.

Buku kuning ditulis di atas kertas kuning, dimana kertas kuning adalah kertas buram yang memiliki harga ekonomis termurah dan kualitas kertas terburuk. Dengan kata lain, kitab kuning bernada merendahkan.

Bukan karena kitab kuning yang berisi materi keilmuan rendahan itu sudah ketinggalan zaman. Padahal saat itu adalah masa penjajahan Belanda. Seperti kita ketahui, pada masa penjajahan Belanda buku-buku dilarang masuk dan dibaca.

Maka sebutan kitab kuning itu digunakan untuk memberikan kesan kepada para penjajah bahwa kitab itu adalah kitab yang tidak akan merugikan atau mengancam mereka.

Itu pula sebabnya, di pesantren pada zaman itu kitab-kitab yang dibaca tidak mengenal kitab-kitab selain kitab kuning. 

Kebiasaan ini akhirnya terbawa hingga saat ini. Baru pada tahun 1960-an muncul kelompok tradisionalis dan modernis, yang di dalamnya sudah ada buku-buku “kitab putih” yang ditulis di atas kertas putih yang tidak dibatasi tahun buku itu ditulis.

Lalu datanglah peneliti barat dan kelompok yang tidak setuju dengan sistem pendidikan di pesantren yang mayoritas menggunakan kitab kuning. 

Kemudian memunculkan penggunaan kitab putih ini sebagai bentuk penolakan terhadap tradisi skolastik, dan ingin kembali kepada sumber Al-Qur'an dan Hadits.


Kitab Kuning pada abad ke-16

Pertama kali kitab kuning masuk ke Indonesia tidak diketahui secara pasti kapan. Menurut Martin Van Bruinessen, kitab kuning sudah masuk sejak abad ke-16. 

Hal ini terlihat dari ditemukannya kitab-kitab yang berasal dari bahasa Jawa, Arab dan Melayu hingga Eropa. 

Salah satu kitab yang ditemukan oleh Martin Van Bruinessen adalah kitab al-Tamhid fi Bayan al-Tauhid karya Abu Syukur al-Kasyi al-Salimi.

Meskipun kita tidak mengetahui secara pasti kitab kuning masuk ke Indonesia, sekitar tahun 1600 M, naskah mulai muncul dalam bahasa Arab, Melayu, dan Jawa. 

Memang sudah mulai banyak buku-buku yang masuk, termasuk buku-buku yang membahas tentang fiqih dan masih banyak lagi.

Adapun kitab-kitab berbahasa melayu seperti hikayat bernuansa islami, hukum perkawinan dan sholawat atau qasidah. Adapun kitab berbahasa Jawa, ada wacana Syeh Barik atau Kitab Sunan Bonang yang terkenal. 

Khusus untuk kitab kuning yang ditulis dalam bahasa Jawa, kita sering melihat referensi di sana. Contohnya adalah kitab 'ihya' Ulum al-Din.


Kitab Kuning pada abad ke-17

Menurut Azyumardi Azra, sejarah kitab kuning masuk ke Indonesia, disebutkan bahwa kitab kuning baru masuk ke Indonesia pada abad ke-17. 

Kitab-kitab tersebut masuk ke Indonesia karena dibawa oleh para pelajar Jawa yang pernah belajar di Haramain saat kembali ke tanah air. 

Misalnya ada kitab 'taqrib' karya Abu Suja al-Isfahani (1196 M) atau ada juga 'al Muharrar' karya Abu Qoshim al-Rafi'I (1226 M) dan kitab-kitab lainnya.

Setidaknya pada abad ke-17, semakin banyak pelajar yang menuntut ilmu di tanah suci. Sekembalinya dari sana, para santri kembali membawa pulang buku-buku untuk dipelajari dan ditransformasikan di tanah air. Tidak jarang mereka akhirnya menulis buku yang mengacu pada buku yang mereka pelajari.


Kitab Kuning pada abad ke-18

Seiring berjalannya waktu, banyak kitab kuning yang masuk ke Indonesia. Pada abad ke-18, kitab kuning bukan hanya ilmu pengetahuan, tetapi juga mencakup intensifikasi keselarasan keyakinan agama dengan tatanan kehidupan sosial. Sehingga ilmu kitab kuning memiliki wujud yang aplikatif sesuai dengan kehidupan kita sehari-hari.


Kitab Kuning pada abad ke-19

Barulah pada abad ke-19 kekuatan Islam bsekolah asrama memiliki kekuatan tertinggi. Dimana keberadaan kitab kuning semakin populer dikalangan pelajar, karena kitab kuning merupakan bahan ajar. Dimana pada abad ini penjajah Belanda telah masuk. Pesantren juga berani melawan Belanda secara diam-diam.

Bentuk perlawanannya saat itu adalah tetap melanjutkan pengajaran kitab kuning di ranah pesantren yang berperan besar dalam perkembangan pendidikan tidak hanya di pesantren, tetapi juga dalam pendidikan tradisional masyarakat pedesaan. Yakni dengan menutup diri dari dunia luar, budaya asing atau budaya barat. Eksistensi kitab kuning semakin kuat ketika banyak pesantren bermunculan satu per satu.

Padahal saat itu penyalinan kitab kuning masih diperbanyak secara manual. Yaitu dengan menyalin dengan cara menulis dengan tangan. Uniknya, kini menjadi manuskrip yang memiliki nilai cukup tinggi.

Masih di abad ke-19, hal seperti teknologi dan akses ke tanah suci lebih mudah. maka semakin banyak orang yang menuntut ilmu di tanah suci untuk memperdalam ilmu agamanya. 

Dan banyak dari mereka kembali ke tanah suci. Sehingga telah terjadi pencetakan buku-buku berhuruf Arab secara besar-besaran. Itu sebabnya, salinan buku-buku yang ditulis tangan pada masa itu kini menjadi koleksi yang memiliki nilai sentimental tersendiri.

Itulah sejarah singkat kitab kuning. Jika ditelisik lebih dalam, tentu masih lebih dalam dan dalam. namun karena keterbatasan tempat, hanya sebagian kecil yang tercantum di atas.

Tradisi Kitab Kuning di Pesantren

Sejarah kitab kuning sebenarnya sangat erat kaitannya dengan kehidupan dan tradisi kehidupan para santri di pondok pesantren. 

Karena disitulah kitab kuning diajarkan, dibedah dan dipelajari secara mendalam. Sedangkan pesantren sendiri merupakan lembaga pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam.

Adalah seorang kiai yang mengajarkan kitab kuning kepada para santri. Tentunya kiai berperan sebagai mediator atau penerjemah bagi santri agar mudah dipahami dan dihayati. 

Umumnya kitab kuning yang digunakan adalah kitab yang ditulis sejak Abad Pertengahan, yaitu sekitar abad XII hingga XVI Masehi.

Jenis kitab kuning sendiri berbeda-beda. Kitab mu'tabarah di lingkungan Ahlu Sunnah Wal Jamaah (NU), kitab yang sering digunakan adalah jurumiyah pdf kitab taqrib pdf, fathul qorib pdf, safinatun najah. Ada juga kitab-kitab lain, seperti kitab-kitab fiqih lanjutan, tauhid dan masih banyak lagi.

Sejarah kitab kuning sendiri tidak akan lestari jika tidak ada pondok pesantren. Pesantren sebagai transformasi konten kitab kuning. 

Dengan kata lain, pesantren sebagai penerus tradisi keilmuan Islam klasik berperan besar. Uniknya, pesantren dan budaya yang dimilikinya bersifat pribumi (asli) dari Indonesia.

Sementara itu, tulang punggung pesantren yang berperan besar dalam pendidikan dan transformasi ilmu pengetahuan adalah kiai. 

Tanpa seorang kiai, isi kitab kuning tidak dapat dipahami dengan jelas, karena setiap kitab kuning membutuhkan keahlian dalam menerjemahkannya ke dalam bahasa kehidupan sehari-hari.

Kolaborasi kitab kuning dengan pesantren inilah yang pada akhirnya menentukan laju perubahan zaman. 

Dimana buku-buku yang hadir bukan dibuat begitu saja, melainkan dibuat karena tantangan zaman. Tradisi penggunaan kitab kuning tidak terasa sudah menjadi tradisi mapan yang menjadi elemen dari pesantren itu sendiri.

Tradisi belajar kitab gundul (kitab kuning) secara tidak langsung sudah menjadi tradisi di kalangan pesantren. 

Hal ini juga dilakukan sebagai upaya mengkontekstualisasikan kitab kuning dengan realitas kekinian. Apakah masih relevan atau tidak. Apakah ajaran dan pesan dalam kitab kuning masih sesuai dengan zaman sekarang?

Kenyataannya, kitab kuning masih relevan. Hal ini terlihat dari para alumni pesantren yang berhasil memicu gelombang intelektual yang relatif pasif.